Memasuki hari jadinya pada 8 Agustus 2015, ASEAN masih dilanda
persoalan di bidang Hak Asasi Manusia (HAM). Pembersihan etnis Rohingya
sejak berpuluh-puluh tahun lamanya di Myanmar hingga hari ini masih
terus berlangsung dan belum terselesaikan.
“Ini adalah catatan kelam HAM di ASEAN, dimana jutaan orang Rohingya
diperangi secara kejam dan tidak tidak manusiawi oleh penduduk mayoritas
dan pemerintahnya sendiri. Rohingya juga dibiarkan hidup
terkatung-katung sebagai pencari suaka dan pengungsi tanpa identitas
kewarganegaraan (stateless),” ungkap Koordinator Advokasi Pengungsi di SNH Advocacy Center, Heri Aryanto dalam siaran pers kepada Islampos, Ahad (9/8/2015).
Penderitaan Rohingya tidak hanya sebatas itu dan bahkan terus meluas. Mereka menjadi manusia paling teraniaya di muka bumi.
“Bagaimana tidak, Rohingya menjadi satu-satunya etnis yang tidak
diakui di Myanmar, tidak mendapatkan hak pendidikan, tidak boleh menikah
tanpa izin pemerintah, tidak boleh memiliki anak lebih dari dua, dan
bahkan tidak memiliki kemerdekaan bergerak,” terang Heri.
Dikatakan Heri, sejak lahirnya UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982,
Rohingya telah diperlakukan sebagai imigran gelap di tanah airnya
sendiri. Kekayaan alamnya diambil, tempat tinggal dan rumah ibadahnya
di hancurkan, harta benda dirampas, dan wanita-wanita Rohingya
diperkosa.
“Fakta menyedihkan ini masih terus terjadi dan tanpa bisa dihentikan oleh ASEAN bahkan PBB sekalipun,” ungkap Heri.
ASEAN sendiri sebagai lembaga yang menaungi negara-negara di kawasan
Asia Tenggara, menurutnya, harus bisa mengambil peran strategis sebagai
lembaga penyelesai persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat ASEAN.
Terlebih, apa yang dialami Rohingya sudah merupakan kejadian luar
biasa dan patut diduga sebagai pelanggaran HAM berat dalam bentuk
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
ASEAN harus bisa bertindak terhadap Myanmar sesuai komitmennya untuk
menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan di ASEAN. “Genosida dan
kejahatan kemanusiaan di Myanmar telah mencoreng kredibilitas ASEAN di
dunia internasional,” ujarnya.
Untuk itu, masih menurut Heri, momen peringatan hari jadi ASEAN ke-48
tahun ini seharusnya dijadikan sebagai peristiwa bersejarah bagi ASEAN
untuk menyelesaikan persoalan HAM di Myanmar dan mengembalikan hak
kewarganegaraan penuh Rohingya sebagaimana mandat Resolusi PBB.
Disampaikan Heri, Komisi HAM yang telah dibentuk ASEAN (AICHR) juga
harus dimaksimalkan untuk menjalankan peran-peran strategis ASEAN
tersebut.
“Mereka harus bisa berkerja secara nyata dan signifikan dalam
menyelesaikan persoalan HAM di Myanmar, tidak cukup hanya melakukan
pelatihan, workshop, dan penelitian,” pungkas Heri.
(rn/Islampos/internasnews)
Monday, August 10, 2015

Subscribe to:
Post Comments (Atom)