Pinjam meminjam dalam kehidupan sehari-hari akan dapat menjalin dalam
talisilaturrahim, menumbuhkan rasa saling membutuhkan, saling
menghormati, dan saling mengasihi. Dalam masyarakat Islam, pinjam
meminjam harus dilandasi dengan semangat dan nilai-nilai ajaran Islam.
Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain adalah sunah karena
menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib maupun haram.
Wajib: apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang
sangat membutuhkan. Misalnya meminjamkan mobil untuk mengantar orang
sakit keras ke rumah sakit.
Haram: apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan
maksiat atau perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya
meminjamkan pisau untuk berkelahi, atau meminjamkan mobil untuk
melakukan perampokan.
“Sesungguhnya balasan pinjaman adalah pujian dan menyempurnakan (mengembalikan dengan sempurna) apa yang dipinjam.”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abdullah
ibnu Abi Rabi’ah al Makhzumi r.a. hafiz al Iraqi menilai hadits ini
hasan.
Tercantum dalam Sunan Ibnu Majah dari Abdullah ibnu Abi Rabi’ah bahwa
Nabi SAW pernah meminjam daripadanya ketika terjadi pertempuran Hunain
sebanyak 40.000 (dirham). setelah beliau sampai di Madinah, beliau
lunasi utang (pinjaman) itu, lantas Nabi bersabda kepadanya: “Semoga
Allah memberkatimu, keluargamu dan hartamu. Sesungguhnya balasan
pinjaman adalah pujian dan mengembalikan dengan sempurna apa yang
dipinjam.”
Inilah bentuk pinjaman yang baik. Orang yang berbuat memperoleh
pahala dari Allah, karena dia membantu sesama Muslim dan meringankan
bebannya serta melepaskannya dari kesulitan.
Sebaliknya bagi yang
dipinjami (peminjam) hendaklah memberikan pujian (terima kasih) atas
pertolongan itu dan mengembalikannya sambil mengucapkan terima kasih
untuknya. Hadits lain berbunyi, “Allah merahmati orang-orang yang berada
di lapang, baik ketika ia berutang maupun berpiutang.”
Adapun adab-adab dan Syarat-syarat Pinjam-Meminjam
Dalam ajaran-ajaran agama kita memberikan pinjaman kepada
saudara-saudara mukmin, terdapat beberapa adab dan syarat-syarat yang
dijelaskan yang sebagian darinya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pinjaman disertai dengan keikhlasan.
2. Memberikan pinjaman dengan hati yang riang dan rela.
3. Pinjaman harus bersumber dari harta yang halal.
4.Pinjaman yang diserahkan harus dicatat.
5. Seseorang yang memberikan pinjaman kepasa seorang mukmin maka ia
harus sabar menanti hingga si peminjam memiliki kemampuan untuk membayar
pinjaman tersebut.
Artinya sebagaimana tidak dibolehkan bagi peminjam,
apabila ia mampu, untuk menunda-nunda mengembalikan pinjamannya.
Demikian juga apabila pemberi hutang mengetahui bahwa orang yang
berhutang tidak longgar maka tidak dibenarkan baginya untuk menekannya.
Dan baiknya bagi peminjam dan yang memberikan pinjaman memiliki niat
yang baik, si peminjam, meminjam karena memang memiliki kebutuhan
mendesak, dan bagi si peminjam niat karena menolong, sehingga memberikan
kebaikan bagi semuanya.
Sumber: Asbabul Wurud 2/Karya: Suwarta Wijaya/Penerbit: Kalam Mulia
Monday, July 13, 2015
![](http://static.ak.fbcdn.net/rsrc.php/v1/yH/r/eIpbnVKI9lR.png)
![](http://www.blogger.com/img/icon_logo32.gif)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)