Insiden penyerangan disertai pembakaran oleh massa Kristen dari
Gereja Injili di Indonesia (GIDI) ketika umat Islam sedang shalat Ied di
Tolikara Papua merupakan tindakan terorisme yang sangat berbahaya dan
bisa merusak kerukunan umat beragama yang ada di Indonesia.
Hal tersebut dinyatakan secara tegas oleh pengamat terorisme Mustafa
Nahrawardaya kepada beberapa wartawan media Islam pada Kamis kemarin
(24/7/2015) di restoran Pulau Dua kawasan Taman Ria Senayan Jakarta.
Bagi Mustafa semua kriteria terorisme sudah ada dalam tindakan serta
perbuatan yang dilakukan oleh Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di
Tolikara Papua.
“Pertama mereka membuat kekacauan atau ketakutan massal sehingga
membuat umat Islam di seluruh Indonesia menjadi takut dan kedua mereka
punya jaringan. GIDI itu punya jaringan seindonesia bahkan dunia, jadi
kurang apa ciri terorisme di GIDI dan ini sama dengan kriteria dari
BNPT,” terang tokoh muda Muhammadiyah tersebut.
Pria kelahiran Klaten tahun 1972 ini menolak anggapan bahwa insiden
di Tolikara tidak bermotif agama sehingga tidak bisa disamakan dengan
aksi terorisme yang sering menjadi pesakitan adalah umat Islam.
“GIDI mengeluarkan surat edaran melarang shalat Ied dan memakai
jilbab itu untuk apa coba? Sudah jelas motifnya itu didorong oleh
ideologi. Mereka punya jaringan, mereka merusak, mereka menakuti umat
Islam yang efeknya membuat ketakutan massal. Ini semua sudah ciri-ciri
terorisme,” jelas Mustafa.
Lebih lanjut Mustafa mendesak agar program deradikalisasi yang
dilakukan BNPT tidak hanya menyasar umat Islam karena faktanya tindakan
serta aksi radikal juga dilakukan oleh agama lain.
“Dideradikalisasi harusnya tidak hanya untuk umat Islam tapi umat
Nasrani pun harus dideradikalisasi oleh BNPT termasuk umat buddha, juga
Hindu yang ada di Bali,” ujar mantan caleg PKS ini.
Mustafa juga menyesalkan sikap kepolisian RI yang dalam kasus
Tolikara tidak bersikap adil terhadap umat Islam. “Kalau kepada orang
Islam polisi dengan buru-buru mengatakan ini adalah aksi terorisme tapi
kalau mereka (non Muslim) yang melakukan, jangankan menyebut terorisme,
mencap aksi separatisme saja mereka ogah-ogahn. Ini sangat tidak adil
menurut saya,” pungkas Mustafa. (fq/islampos/internasnews)
Friday, July 24, 2015

Subscribe to:
Post Comments (Atom)