Meskipun penentuan 1 Syawal 1436 Hijriah baru akan digelar 16 Juli
2015, namun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memprediksi Idul Fitri
tahun ini bisa saja dirayakan pada hari yang berbeda, tetapi mungkin
pula berlangsung serentak.
Terkait dengan penetapan kapan 1 Syawal, pemerintah akan mengadakan
sidang isbat dengan mengundang tokoh-tokoh agama dan ahli astronomi pada
16 Juli 2015. Menurut Menag, pihaknya akan mengelola sekian perukyat
untuk menyaksikan hilal (sabit bulan baru yang menandai masuknya bulan
baru) di titik-titik tertentu di Indonesia.
Penentuan 1 Syawal, katanya, akan merujuk pada kesaksian para
perukyat tersebut. Dia menegaskan, ada kemungkinan Idul Fitri dirayakan
secara serentak, dan ada kemungkinan pula tidak. “Dari sisi kemungkinan,
beda itu ada. Tapi untuk disamakan juga besar peluangnya.”
“Kami berharap semua satu pandangan menentukan hilal itu terlihat
seperti apa (sehingga 1 Syawal dirayakan bersamaan). Tetapi kalau
perbedaan itu tidak bisa disamakan, kita harus berjiwa besar untuk
menghargai itu,” kata Lukman.
Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa 1 Syawal 1436 H jatuh pada Jumat, 17 Juli 2015.
Melalui Maklumat PP Muhammadiyah, organisasi Islam tersebut sudah
merilis kalender 146 Hirjiyah. Tidak hanya memastikan Idul fitri jatuh
pada hari Jumat Pahing 17 Juli 2015, tetapi juga menentukan bahwa Idul
Adha jatuh pada Rabu Kliwon, 23 September 2015.
Ketua Umum PPMuhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin menyatakan,
Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1436 Hijriah jatuh tanggal 17 Juli
2015. Ini sesuai dengan hisab hakiki wujudnya hilal Majelis Tarjih dan
Takdir PP Muhammadiyah.
“Muhammadiyah sudah memutuskan karena ijtima akhir Ramadhan akan
terjadi pada hari Kamis pukul 08:26, dan waktu matahari terbenam pada
hari itu bulan belum terbeban sempat ada di atas ufuk, berada di
ketinggian sekitar 3 derajat,” ujar Din Syamsuddin seperti dikutip Antara.
Menurut dia, Kamis malam itu adalah malam takbiran. Esok harinya,
Jumat, 17 Juli 2015 sudah memasuki bulan baru, yaitu bulan Syawal yang
menandakan Hari Raya Idul Fitri.
Keputusan Idul Fitri dari pemerintah bisa jadi sama jika memang hilal
terlihat lebih dari dua derajat, tapi jika sebaliknya mungkin akan
terjadi perbedaan perayaan Idul Fitri di Indonesia.
“Ini jangan dibesar-besarkan, Insya Allah umat bisa menerima,” ujar
Din Syamsuddin sambil menambahkan bahwa penentuan yang dilakukan kedua
pihak tidak main-main dan tidak mengada-ada. Sehingga ada baiknya sikap
toleransi antar umat Islam yang lebih diutamakan.
Sementara itu penjelasan ilmiah Mathlaul Anwar terkait penentuan tangal 1 Syawal adalah,
untuk daerah Jakarta dan sekitarnya tanggal 16 Juli 2015 matahari
akan terbenam tepatnya pada pukul 5:53 (17:53) dan hilal akan muncul 14
menit setelah matahari terbenam.
Dengan munculnya hilal 14 menit setelah matahari terbenam, berarti
menunjukan bahwa tanggal 17 Juli adalah tanggal 1 Syawal,” kata PB
Mathalaul Anwar dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/7).
Adapun untuk daerah Mekkah dan sekitarnya hilal akan muncul 12 menit
setelah matahari terbenam. Dan untuk daerah Maroko, hilal muncul 21
menit setelah matahari terbenam, tulisnya.
Maka dengan dasar ilmiah itulah, Mathlaul Anwar menentukan bahwa 1
Syawal jatuh pada 17 Juli 2015. Namun, Mathlaul Anwar mengaku juga siap
merayakan Idul Fitri bersama dengan pemerintah dan ormas-ormas Islam
lainnya..
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto menyatakan bahwa
metode yang digunakan oleh HTI dalam menetapkan jatuhnya 1 Syawal 1436
Hijriyah adalah melalui rukyat global.
“Rukyat global di sini maksudnya posisi hilal terlihat di manapun,
itu bisa dijadikan dasar penetapan 1 Syawal, dan tidak harus terlihat di
Indonesia,” kata Yusanto sambil menambahkan bahwa HTI juga akan
melakukan rukyat di beberapa tempat.
Namun demikian, HTI masih menunggu hasil rukyat dari seluruh dunia,
termasuk dari wilayah Indonesia pada akhir Ramadhan, pada 16 Juli 2015
petang. “Kami akan mengikuti hasil rukyat yang dilakukan pemerintah
Indonesia hari Kamis.”
Perbedaan Kriteria
Pada 29 Ramadhan atau 16 Juli 2015, setelah maghrib menurut Menang
akan digelar sidang istbat yang diawali dengan laporan dari pelaku
rukyat. Mereka yang akan disebar di setiap provinsi di Indonesia ini
memiliki titik-titik tertentu yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk
melihat hilal.
“Pada sidang istbat kami akan mendengarkan laporan dari mereka,
apakah di antaranya ada yang bisa melihat hilal atau tidak,” kata
Lukman. “Sebab, kalau ada yang melihat hilal, maka artinya malam itu
sudah masuk 1 Syawal sehingga besoknya bisa dilakukan shalat Idul
Fitri.”
Tetapi, kalau tidak ada satupun yang melihat hilal, ujarnya, maka hal
itu akan dikembalikan kepada para peserta sidang istbat untuk
menyampaikan pandangannya. Namun, dia menyatakan bahwa posisi hilal
sekarang ini sesungguhnya sudah di atas ketentuan imkanurukyat.
Imkanurukyat, adalah posisi di mana hilal sesunggunya dimungkinkan untuk dilihat.
“Tetapi yang dimungkinkan bisa dilihat itu memang belum dipastikan
bisa dilihat karena bisa saja tertutup oleh awan atau ada mendung dan
lainnya,” kata Lukman.
Dia menyebutkan, pada intinya pemerintah masih harus menunggu
bagaimana keputusan yang dihasilkan oleh sidang istbat dalam menetapkan 1
Syawal 1436 Hijriyah tahun ini.
Terkait dengan kemungkinan adanya perbedaan dalam penetapan 1 Syawal,
ekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu’thi menilai perbedaan
dalam penetapan satu Syawal disebabkan perbedaan kriteria masing-masing
ormas. Pemerintah harus memastikan setiap ormas dapat merayakan Idul
Fitri sesuai keyakinan masing-masing.
“Muhammadiyah sudah membuat keputusan dan menyampaikan ke publik
bahwa idul Fitri akan jatuh pada 17 Juli 2015. Pemerintah, tentu belum
bisa menyampaikan sekarang karena sidang isbat baru akan diselenggarakan
tanggal 16 sore,” kata Abdul Mu’thi.
Penetapan 1 Syawal di Indonesia seringkali tidak jatuh pada hari yang
sama. Mu’thi berpendapat, masing-masing ormas memang memiliki kriteria
yang berbeda dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan. Kriteria itu
dibuat oleh ormas berdasarkan keyakinan masing-masing. Hal ini tidak
dapat dicampuri oleh pemerintah, lantaran termasuk wilayah
itiqadiyah/keyakinan.
Menurut dia, yang perlu diperkuat sekarang bukan upaya untuk
menyamakan, tapi menumbuhkan toleransi di tengah umat. Masyarakat perlu
memahami prinsip-prinsip dan metode yang dipakai oleh masing-masing
ormas dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan. Dengan demikian, semua
elemen masyarakat dapat saling menghormati.
Selain membangun kesadaran masyarakat, kata Mu’thi, pemerintah perlu
memfasilitasi dan memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat yang
merayakan Idul Fitri yang berbeda dengan keputusan pemerintah.
Ia mengisahkan, pengalaman tahun-tahun sebelumnya, masih ada
kesulitan yang dihadapi oleh sebagian warga Muhammadiyah. Misalnya,
terkait perizinan alun-alun atau fasilitas milik pemda untuk keperluan
shalat Ied.
“Ini menjadi bagian dari tugas pemerintah untuk bisa memberikan
jaminan dan memfasilitasi setiap umat,” ujarnya. “Tidak boleh ada
ancaman-ancaman terhadap pegawai atau masyarakat yang merayakan hari
raya berbeda dengan pemerintah.” (rn/Islampos/internasnews)
Wednesday, July 15, 2015


Subscribe to:
Post Comments (Atom)